Batulempung menurut Pettijohn (1975) adalah batuan yang pada
umumnya bersifat plastis, berkomposisi hidrous alumunium silikat (2H2OAL2O3.
2SiO2) atau mineral lempung yang mempunyai ukuran butir halus
(batulempung adalah batuan sedimen yang mempunyai ukuran butir kurang dari
0,002 atau 1/256 mm).
Ingram (1953), (vide Pettijohn, 1975) mendefinisikan
batulempung sebagai batuan yang berstrutur masif yang komposisinya lebih banyak
dari lanau. Sedangkan menurut William dkk., 1954, batulempung adalah batuan
sedimen klastik yang mempunyai ukuran butir lempung, termasuk di dalamnya
butiran yang mempunyai diameter kurang dari 1 atau 2 mikron dan secara dominan
disusun oleh silika.
Karena ukuran butirnya yang sangat halus maka sulit untuk
mendeskripsi batulempung secara megaskopis maupun mikroskopis, sehingga
analisis kimia merupakan informasi yang penting untuk mengetahui komposisi
batulempng. Komposisi dominan pada batulempung adalah silika (Pettijohn,1975),
yang merupakan bagian kelompok mineral lempung, yang pada umumnya berasal dari
feldspar. Unsur besi pada batu lempung hadir sebagai oksida, berupa pirit atau
markasit dan siderit. Jumlah oksida besi pada batu lempung biasanya tercermin
pada warna dari batuan tersebut. Selain mineral mineral tersebut di atas
karbonat juga sering dijumpai pada batulempung. Mineral karbonat pada
batulempung dapat berupa bahan-bahan organik, anorganik atau kombinasi dari
keduanya (Ehlers dan Blatt, 1980),antara lain:
- Residual Clay
Merupakan hasil pelapukan yang masih insitu atau belum
mengalami transportasi. Ciri-ciri fisik dari batuan ini tergantung pada iklim,
pengairan dan batu induknya. Batulempung jenis ini dijumpai disekitar batu
induknya dan pada umumnya mempunyai mutu yang lebih baik dibandingkan dengan transported
clays (Sukandarrumidi, 1999).
- Transported Clays
Batulempung yang sudah tertransportasi dapat berasal dari
tiga sumber yaitu:
- Produk dari abrasi
- Produk dari pelapukan yang tertransportasi
- Pencampuran unsur kimia dan bio kimia
Batulempung ini selama proses pengendapan atau pengangkutan
sangat mungkin dikotori oleh mineral yang berukuran halus antara lain kuarsa,
oksida besi dan bahan organisme (Sukandarrumidi, 1999).
Karena ukurannya yang halus batulempung pada umumnya
terbentuk pada daerah yang mempunyai arus lemah. Batulempung ini terbentuk pada
lingkungan darat maupun laut, contoh di daerah dataran banjir, delta, danau,
lagun dan laut (Ehlers dan Blatt, 1980). Batulempung yang terbentuk pada daerah
yang berbeda mempunyai kenampakan fisik yang berbeda pula (Dixon, 1992).
Batulempung yang terbentuk di laut pada umumnya mempunyai perlapisan yang
tebal, mengandung fosil laut dalam, atau binatang yang hidup di laut dangkal
yang kemudian tenggelam setelah mati.
Pustaka:
Pettijohn, F. J. 1957., Sedimentary
Rock, Harper & Row Publisher, New York.
Sukandarrumidi, 1999., Bahan Galian
Industri, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Zuidam, R.A., 1973, Guide to
Geomorphological Photo-Interpretation, Sub Departement of Geography ITC,
London.
Williams, H., Turner, F. J.,
Gilbert, C. M, 1954., Petrography, W.H. Freeman and Company, San Fransisco
Tidak ada komentar:
Posting Komentar