Batubara adalah bahan bakar hidrokarbon padat
yang terbentuk dari hasil akumulasi sisa-sisa tumbuh-tumbuhan dalam lingkungan
bebas oksigen dan terkena pengaruh panas serta tekanan yang berlangsung pada
kondisi tertentu. Proses yang disebut pembatubaraan (coalification) ini
memakan waktu hingga puluhan juta tahun serta memiliki tahap – tahap
kematangan.
Tahap awal pembentukan dimulai dari gambut
(peat) kemudian lignit, disusul selanjutnya batubara sub-bituminus, bituminus,
dan akhirnya antrasit. Tingkat perubahan kematangan dari lignit hingga antrasit
disebut sebagai proses pematangan (maturation coalification). Proses ini
juga dapat diartikan sebagai proses pengeluaran berangsur-angsur dari zat
pembakaran (O2) dalam bentuk karbondioksida (CO2) dan air (H2O) hingga akhirnya
menyebabkan konsentrasi karbon tetap, karena itu proses ini bisa disebut juga
sebagai karbonifikasi.
Terdapat 2 teori dalam proses pembentukan batubara:
- Teori Insitu (autochtonous)
Teori ini mengatakan bahwa batubara yang
terbentuk merupakan endapan-endapan sisa tumbuhan yang berasal dari tumbuhan
itu
berada serta belum mengalami proses
transportasi dan langsung
ditutupi oleh lapisan sedimen halus. Pada
umumnya batubara yang terbentuk dengan proses ini mempunyai penyebaran luas dan
merata, serta mempunyai kualitas baik karena kadar abunya relatif rendah.
2. Teori Drift (allocthonous).
Teori ini menyatakan bahwa bahan pembentuk
batubara berasal dari
tempat yang berbeda dengan demikian
bahan-bahan pembentuk batubara tersebut sudah mengalami proses transportasi
dimana setelah terendapkan kemudian langsung tertutupi oleh lapisan sedimen.
Pada umumnya batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai kualitas yang
kurang baik karena banyaknya lapisan pengotor akibat dari proses transportasi
tersebut. Sehingga kadar abunya lebih tinggi dibandingkan batubara insitu.
Gambar Diagram Pembentukan Batubara
Geologi Batubara Sebagai
Sedimen Organik
Batubara merupakan sedimen organik, lebih
tepatnya merupakan batuan organik, terdiri dari kandungan bermacam-macam
pseudomineral. Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan yang membusuk dan
terkumpul dalam suatu daerah dengan kondisi banyak air, biasa disebut
rawa-rawa. Kondisi tersebut yang menghambat penguraian menyeluruh dari
sisa-sisa tumbuhan yang kemudian mengalami proses perubahan menjadi batubara.
Selain tumbuhan yang ditemukan
bermacam-macam, tingkat kematangan juga bervariasi, karena dipengaruhi oleh
kondisi-kondisi lokal. Kondisi lokal ini biasanya kandungan oksigen, tingkat
keasaman, dan kehadiran mikroba. Pada umumnya sisa-sisa tanaman tersebut dapat
berupa pepohonan, ganggang, lumut, bunga, serta tumbuhan yang biasa hidup di
rawa-rawa. Ditemukannya jenis flora yang terdapat pada sebuah lapisan batubara
tergantung pada kondisi iklim setempat.
Dalam suatu cebakan yang sama, sifat-sifat
analitik yang ditemukan dapat berbeda, selain karena tumbuhan asalnya yang
mungkin berbeda, juga karena banyaknya reaksi kimia yang mempengaruhi
kematangan suatu batubara. Secara umum, setelah sisa tanaman tersebut terkumpul
dalam suatu kondisi tertentu yang mendukung (banyak air), pembentukan dari peat
(gambut) umumnya terjadi.
Dalam hal ini peat tidak dimasukkan
sebagai golongan batubara, namun terbentuknya peat merupakan tahap awal dari
terbentuknya batubara. Proses pembentukan batubara sendiri secara singkat dapat
didefinisikan sebagai suatu perubahan dari sisa-sisa tumbuhan yang ada, mulai
dari pembentukan peat (peatifikasi) kemudian lignit dan menjadi berbagai macam
tingkat batubara, disebut juga sebagai proses coalifikasi, yang kemudian
berubah menjadi antrasit. Pembentukan batubara ini sangat menentukan kualitas
batubara, dimana proses yang berlangsung selain melibatkan metamorfosis dari
sisa tumbuhan, juga tergantung pada keadaan pada waktu geologi tersebut dan
kondisi lokal seperti iklim dan tekanan. Jadi pembentukan batubara berlangsung
dengan penimbunan akumulasi dari sisa tumbuhan yang mengakibatkan perubahan
seperti pengayaan unsur karbon, alterasi, pengurangan kandungan air, dalam
tahap awal pengaruh dari mikroorganisme juga memegang peranan yang sangat
penting.
Penyusun Batubara
Konsep bahwa batubara berasal dari sisa
tumbuhan diperkuat dengan ditemukannya cetakan tumbuhan di dalam lapisan
batubara.
Dalam penyusunannya batubara diperkaya dengan
berbagai macam polimer organik yang berasal dari antara lain karbohidrat,
lignin, dll. Namun komposisi dari
polimerpolimer ini bervariasi tergantung pada spesies dari tumbuhan
penyusunnya.
Lignin
Lignin merupakan suatu unsur yang memegang peranan penting dalam merubah
susunan sisa tumbuhan menjadi batubara. Sementara ini susunan molekul umum dari
lignin belum diketahui dengan pasti, namun susunannya dapat diketahui dari
lignin yang terdapat pada berbagai macam jenis tanaman. Sebagai contoh lignin
yang terdapat pada rumput mempunyai susunan p-koumaril alkohol yang kompleks.
Pada umumnya lignin merupakan polimer dari satu atau beberapa jenis alkohol.
Hingga saat ini, sangat sedikit bukti kuat yang mendukung teori bahwa
lignin merupakan unsur organik utama yang menyusun batubara.
Karbohidrat
Gula atau monosakarida merupakan alkohol polihirik yang mengandung antara
lima sampai delapan atom karbon. Pada umumnya gula muncul sebagai kombinasi
antara gugus karbonil dengan hidroksil yang membentuk siklus hemiketal. Bentuk
lainnya mucul sebagai disakarida, trisakarida, ataupun polisakarida. Jenis
polisakarida inilah yang umumnya menyusun batubara, karena dalam tumbuhan jenis
inilah yang paling banyak mengandung polisakarida (khususnya selulosa) yang
kemudian terurai dan membentuk batubara.
Protein
Protein merupakan bahan organik yang mengandung nitrogen yang selalu hadir
sebagai protoplasma dalam sel mahluk hidup. Struktur dari protein pada umumnya
adalah rantai asam amino yang dihubungkan oleh rantai amida. Protein pada
tumbuhan umunya muncul sebagai steroid, lilin.
Material Organik Lain
Resin
Resin merupakan material yang muncul apabila tumbuhan mengalami luka pada
batangnya.
Tanin
Tanin umumnya banyak ditemukan pada tumbuhan, khususnya pada bagian
batangnya.
Alkaloida
Alkaloida merupakan komponen organik penting terakhir yang menyusun
batubara. Alkaloida sendiri terdiri dari molekul nitrogen dasar yang muncul
dalam bentuk rantai.
Porphirin
Porphirin merupakan komponen nitrogen yang berdasar atas sistem pyrrole.
Porphirin biasanya terdiri atas suatu struktur siklik yang terdiri atas empat
cincin pyrolle yang tergabung dengan jembatan methin. Kandungan unsur porphirin
dalam batubara ini telah diajukan sebagai marker yang sangat penting untuk
mendeterminasi perkembangan dari proses coalifikasi.
Hidrokarbon
Unsur ini terdiri atas bisiklik alkali, hidrokarbon terpentin, dan pigmen
kartenoid. Sebagai tambahan, munculnya turunan picene yang mirip dengan sistem
aromatik polinuklir dalam ekstrak batubara dijadikan tanda inklusi material
sterane-type dalam pembentukan batubara. Ini menandakan bahwa struktur rangka
tetap utuh selama proses pematangan, dan tidak adanya perubahan serta
penambahan struktur rangka yang baru.
Konstituen Tumbuhan yang Inorganik (Mineral)
Selain material organik yang telah dibahas diatas, juga ditemukan adanya
material inorganik yang menyusun batubara. Secara umum mineral ini dapat dibagi
menjadi dua jenis, yaitu unsur mineral inheren dan unsur mineral eksternal.
Unsur mineral inheren adalah material inorganik yang berasal dari tumbuhan yang
menyusun bahan organik yang terdapat dalam lapisan batubara. Sedangkan unsur
mineral eksternal merupakan unsur yang dibawa dari luar kedalam lapisan
batubara, pada umumya jenis inilah yang menyusun bagian inorganik dalam sebuah
lapisan batubara.
Proses Pembentukan Batubara
Pembentukan batubara pada umumnya dijelaskan dengan asumsi bahwa material
tanaman terkumpul dalam suatu periode waktu yang lama, mengalami peluruhan
sebagian kemudian hasilnya teralterasi oleh berbagai macam proses kimia dan
fisika. Selain itu juga, dinyatakan bahwa proses pembentukan batubara harus
ditandai dengan terbentuknya peat.
Pembentukan Lapisan Source
Teori Rawa Peat (Gambut) - Autocthon
Teori ini menjelaskan bahwa pembentukan batubara berasal dari akumulasi
sisasisa tanaman yang kemudian tertutup oleh sedimen diatasnya dalam suatu area
yang sama. Dan dalam pembentukannya harus mempunyai waktu geologi yang cukup,
yang kemudian teralterasi menjadi tahapan batubara yang dimulai dengan terbentuknya
peat yang kemudian berlanjut dengan berbagai macam kualitas antrasit.
Kelemahan dari teori ini adalah tidak mengakomodasi adanya transportasi
yang bisa menyebabkan banyaknya kandungan mineral dalam batubara.
Teori Transportasi - Allotocton
Teori ini mengungkapkan bahwa pembentukan batubara bukan berasal dari
degradasi/peluruhan sisa-sisa tanaman yang insitu dalam sebuah lingkungan rawa
peat, melainkan akumulasi dari transportasi material yang terkumpul didalam
lingkungan aqueous seperti danau, laut, delta, hutan bakau. Teori ini
menjelaskan bahwa terjadi proses yang berbeda untuk setiap jenis batubara yang
berbeda pula.
Proses Geokimia dan Metamorfosis
Setelah terbentuknya lapisan source, maka berlangsunglah berbagai macam
proses. Proses pertama adalah diagenesis, berlangsung pada kondisi temperatur
dan tekanan yang normal dan juga melibatkan proses biokimia. Hasilnya adalah
proses pembentukan batubara akan terjadi, dan bahkan akan terbentuk dalam
lapisan itu sendiri. Hasil dari proses awal ini adalah peat, atau material
lignit yang lunak. Dalam tahap ini proses biokimia mendominasi, yang
mengakibatkan kurangnya kandungan oksigen. Setelah tahap biokimia ini selesai
maka berikutnya prosesnya didominasi oleh proses fisik dan kimia yang
ditentukan oleh kondisi temperatur dan tekanan. Temperatur dan tekanan berperan
penting karena kenaikan temperatur akan mempercepat proses reaksi, dan tekanan
memungkinkan reaksi terjadi dan menghasilkan unsur-unsur gas. Proses
metamorfisme (temperatur dan tekanan) ini terjadi karena penimbunan material
pada suatu kedalaman tertentu atau karena pergerakan bumi secara terus-menerus
didalam waktu dalam skala waktu geologi.
Heteroatom Dalam Batubara
Heteroatom dalam batubara bisa berasal dari dalam (sisa-sisa tumbuhan) dan
berasal dari luar yang masuk selama terjadinya proses pematangan. Nitrogen pada
batubara pada umumnya ditemukan dengan kisaran 0,5 – 1,5 % w/w yang kemungkinan
berasal dari cairan yang terbentuk selama proses pembentukan batubara. Oksigen
pada batubara dengan kandungan 20 – 30 % w/w terdapat pada lignit atau 1,5 -
2,5 % w/w untuk antrasit, berasal dari bermacam-macam material penyusun
tumbuhan yang terakumulasi ataupun berasal dari inklusi oksigen yang terjadi
pada saat kontak lapisan source dengan oksigen di udara terbuka atau air pada
saat terjadinya sedimentasi. Variasi kandungan sulfur pada batubara berkisar
antara 0,5 – 5 % w/w yang muncul dalam bentuk sulfur organik dan sulfur
inorganik yang umumnya muncul dalam bentuk pirit. Sumber sulfur dalam batubara
berasal dari berbagai sumber. Pada batubara dengan kandungan sulfur rendah,
sulfurnya berasal material tumbuhan penyusun batubara. Sedangkan untuk batubara
dengan kandungan sulfur menengah-tinggi, sulfurnya berasal dari air laut.
Sumber Daya dan Cadangan
Sumber daya batubara (Coal Resources) adalah bagian dari endapan batubara
yang diharapkan dapat dimanfaatkan. Sumber daya batu bara ini dibagi dalam
kelas-kelas sumber daya berdasarkan tingkat keyakinan geologi yang ditentukan
secara kualitatif oleh kondisi geologi/tingkat kompleksitas dan secara
kuantitatif oleh jarak titik informasi. Sumberdaya ini dapat meningkat menjadi
cadangan apabila setelah dilakukan kajian kelayakan dinyatakan layak.
Cadangan batubara (Coal Reserves) adalah bagian dari sumber daya batubara
yang telah diketahui dimensi, sebaran kuantitas, dan kualitasnya, yang pada
saat pengkajian kelayakan dinyatakan layak untuk ditambang.
Klasifikasi sumber daya dan cadangan batubara didasarkan pada tingkat
keyakinan geologi dan kajian kelayakan. Pengelompokan tersebut mengandung dua
aspek, yaitu aspek geologi dan aspek ekonomi.
Kelas Sumber Daya
1. Sumber Daya Batubara Hipotetik
(Hypothetical Coal Resource)
Sumber daya batu bara hipotetik adalah batu bara di daerah penyelidikan
atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang
memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap penyelidikan survei tinjau.
Sejumlah kelas sumber daya yang belum ditemukan yang sama dengan cadangan
batubara yg diharapkan mungkin ada di daerah atau wilayah batubara yang sama
dibawah kondisi geologi atau perluasan dari sumberdaya batubara tereka.
Pada umumnya, sumberdaya berada pada daerah dimana titik-titik sampling dan
pengukuran serat bukti untuk ketebalan dan keberadaan batubara diambil dari
distant outcrops, pertambangan, lubang-lubang galian, serta sumur-sumur. Jika
eksplorasi menyatakan bahwa kebenaran dari hipotesis sumberdaya dan
mengungkapkan informasi yg cukup tentang kualitasnya, jumlah serta rank, maka
mereka akan di klasifikasikan kembali sebagai sumber daya teridentifikasi
(identified resources).
2.
Sumber Daya Batubara Tereka (inferred Coal Resource)
Sumber daya batu bara tereka adalah jumlah
batu bara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang
dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk
tahap penyelidikan prospeksi. Titik pengamatan mempunyai jarak yang cukup jauh
sehingga penilaian dari sumber daya tidak dapat diandalkan. Daerah sumber daya
ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas
data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti geologi dalam daerah
antara 1,2 km – 4,8 km. termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm
atau lebih, sub bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan
ketebalan 150 cm atau lebih.
3.
Sumber Daya Batubara Tertunjuk (Indicated Coal Resource)
Sumber daya batu bara tertunjuk adalah
jumlah batu bara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan,
yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan
untuk tahap eksplorasi pendahuluan. Densitas dan kualitas titik pengamatan
cukup untuk melakukan penafsiran secara relistik dari ketebalan, kualitas,
kedalaman, dan jumlah insitu batubara dan dengan alasan sumber daya yang ditafsir
tidak akan mempunyai variasi yang cukup besar jika eksplorasi yang lebih detail
dilakukan. Daerah sumber daya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah
penutup, rank, dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan
bukti gteologi dalam daerah antara 0,4 km – 1,2 km. termasuk antrasit dan
bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sib bituminus dengan ketebalan 75
cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm.
4.
Sumber Daya Batubara Terukur (Measured Coal Resourced)
Sumber daya batu bara terukur adalah
jumlah batu bara di daerah peyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan,
yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat–syarat yang ditetapkan
untuk tahap eksplorasi rinci. Densitas dan kualitas titik pengamatan cukup
untuk diandalkan untuk melakukan penafsiran ketebalan batubara, kualitas,
kedalaman, dan jumlah batubara insitu. Daerah sumber daya ini ditentukan dari
proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik
pengukuran dan sampling berdasarkan bukti geologi dalam radius 0,4 km. Termasuk
antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sub bituminus dengan
ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm.
Bahan galian merupakan mineral
asli dalam bentuk aslinya, yang dapat ditambang untuk keperluan manusia.
Mineral-mineral dapat terbentuk menurut berbagai macam proses, seperti
kristalisasi magma, pengendapan dari gas dan uap, pengendapan kimiawi dan
organik dari larutan pelapukan, metamorfisme, presipitasi dan evaporasi, dan
sebagainya (Katili, R.J. 1966).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar