Medan tempo dulu
Pada
zaman dahulu Kota Medan ini dikenal dengan nama Tanah Deli dan keadaan
tanahnya berawa-rawa kurang lebih seluas 4000 Ha. Beberapa sungai
melintasi Kota Medan ini dan semuanya bermuara ke Selat Malaka.
Sungai-sungai itu adalah Sei Deli, Sei Babura, Sei Sikambing, Sei Denai,
Sei Putih, Sei Badra, Sei Belawan dan Sei Sulang Saling/Sei Kera.
Pada
mulanya yang membuka perkampungan Medan adalah Guru Patimpus lokasinya
terletak di Tanah Deli, maka sejak zaman penjajahan orang selalu
merangkaikan Medan dengan Deli (Medan–Deli). Setelah zaman kemerdekaan
lama kelamaan istilah Medan Deli secara berangsur-angsur lenyap sehingga
akhirnya kurang popular.
Lokasi
asli Kampung Medan adalah sebuah tempat di mana Sungai Deli bertemu
dengan Sungai Babura. Terdapat berbagai kerancuan dari berbagai sumber
literatur mengenai asal-usul kata “Medan” itu sendiri.
a. Dari catatan penulis-penulis Portugis yang berasal dari awal abad ke-16, disebutkan bahwa Medan berasal dari nama “Medin”,
b.
sebagian masyarakat yang menyatakan bahwa disebutkannya kata “Medan”
karena kota ini merupakan tempat atau area bertemunya berbagai suku
sehingga disebut sebagai medan pertemuan.
c.
bahasa Arab mengatakan ketika para saudagar arab yang kebetulan melihat
tanah medan sekarang mereka mengatakan Median yang berarti datar atau
rata, dan memang pada kenyataannya medan memiliki kontur tanah yang rata
mulai pantai belawan sampai ke daerah pancur batu. dan bila dilihat
dari ketinggian maka terlihat medan seperti hamparan tanah yang datar
d.
Medan bahasa batak Karo “medan berarti sehat” .Namun demikian, ada
baiknya kita kembalikan pengertian istilah Medan itu sendiri pada tempat
yang semestinya. Bila kita menilik dari sumber-sumber sejarah bahwa
kota Medan pertama sekali didiami oleh suku Batak, dalam hal ini Batak
Karo, tentunya kata “Medan” itu haruslah berasal dari bahasa Batak
Karo.Dalam salah satu Kamus Batak Karo-Indonesia yang ditulis oleh
Darwin Prinst SH tahun 2002, bahwa Kata “Medan” berarti “menjadi sehat”
ataupun “lebih baik”. Hal ini memang berdasarkan pada kenyataan bahwa
Guru Patimpus benar adanya adalah seorang tabib yang
dalam hal ini memiliki keahlian dalam pengobatan tradisional Batak Karo pada masanya.
Medan
pertama kali ditempati oleh orang-orang Suku Batak Karo. Hanya setelah
penguasa Aceh, Sultan Iskandar Muda, mengirimkan panglimanya, Gocah
Pahlawan Bergelar Laksamana Khoja Bintan untuk menjadi wakil Kerajaan
Aceh di Tanah Deli, barulah Kerajaan Deli mulai berkembang. Perkembangan
ini ikut mendorong pertumbuhan dari segi penduduk maupun kebudayaan
Medan. Di masa pemerintahan Sultan Deli kedua, Tuanku Panglima Parunggit
(memerintah dari 1669-1698), terjadi sebuah perang kavaleri di Medan.
Sejak saat itu, Medan menjadi pembayar upeti kepada Sultan Deli.
Perkembangan
Medan Putri menjadi pusat perdagangan telah mendorongnya menjadi pusat
pemerintahan. Tahun 1879, Ibukota Asisten Residen Deli dipindahkan dari
Labuhan ke Medan, 1 Maret 1887,Ibukota Residen Sumatera Timur
dipindahkan pula dari Bengkalis ke Medan, Istana Kesultanan Deli yang
semula berada di Kampung Bahari (Labuhan) juga pindah dengan selesainya
pembangunan Istana Maimoon pada tanggal 18 Mei 1891, dan dengan demikian
Ibukota Deli telah resmi pindah ke Medan.
Istana Maimoon
Pada
tahun 1915 Residensi Sumatera Timur ditingkatkan kedudukannya menjadi
Gubernemen. Pada tahun 1918 Kota Medan resmi menjadi Gemeente (Kota
Praja) dengan Walikota Baron Daniel Mac Kay. Berdasarkan “Acte van
Schenking” (Akte Hibah) Nomor 97 Notaris J.M. de-Hondt Junior, tanggal
30 Nopember 1918, Sultan Deli menyerahkan tanah kota Medan kepada
Gemeente Medan, sehingga resmi menjadi wilayah di bawah kekuasaan
langsung Hindia Belanda. Pada masa awal Kotapraja ini, Medan masih
terdiri dari 4 kampung, yaitu Kampung Kesawan, Kampung Sungai Rengas,
Kampung Petisah Hulu dan Kampung Petisah Hilir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar