Peta topografi berasal dari bahasa
Yunani, topos yang berarti tempat dan
graphi yang berarti menggambar. Peta
topografi memetakan tempat-tempat dipermukaan bumi yang berketinggian sama dari
permukaan laut menjadi bentuk garis-garis kontur, dengan satu garis kontur
mewakili satu ketinggian. Peta topografi mengacu pada semua ciri-ciri permukaan
bumi yang dapat diidentifikasi, apakah alamiah atau buatan, yang dapat
ditentukan pada posisi tertentu. Oleh sebab itu, dua unsur utama topografi
adalah ukuran relief (berdasarkan variasi elevasi axis) dan ukuran planimetrik
(ukuran permukaan bidang datar). Peta topografi menyediakan data yang
diperlukan tentang sudut kemiringan, elevasi, daerah aliran sungai, vegetasi
secara umum dan pola urbanisasi. Peta topografi juga menggambarkan sebanyak
mungkin ciri-ciri permukaan suatu kawasan tertentu dalam batas-batas skala.
Peta
topografi dapat juga diartikan sebagai peta yang menggambarkan kenampakan alam
(asli) dan kenampakan buatan manusia, diperlihatkan pada posisi yang benar.
Selain itu peta topografi dapat diartikan peta yang menyajikan informasi
spasial dari unsur-unsur pada muka bumi dan dibawah bumi meliputi, batas
administrasi, vegetasi dan unsur-unsur buatan manusia.
Pengenalan Jenis-jenis Peta
Peta
dapat diklasifikasikan menurut jenis, skala, fungsi, dan macam persoalan
(maksud dan tujuan). Ditinjau dari jenisnya peta dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu peta foto dan peta garis. Peta foto adalah peta yang dihasilkan dari
mosaik foto udara / ortofoto yang dilengkapi garis kontur, nama, dan legenda (Prihandito 1989: 3). Peta ini meliputi peta foto yang sudah
direktifikasi dan peta ortofoto. Adapun peta garis adalah peta yang menyajikan detil alam dan buatan
manusia dalam bentuk titik, garis, dan luasan (Prihandito 1989: 3). Peta ini terdiri atas peta topografi dan peta
tematik.
Ditinjau
dari skalanya, peta dapat dibedakan menjadi peta skala besar (1:50.000 atau
lebih kecil, misalnya 1:25.000) dan peta skala kecil (1:500.000 atau lebih
besar). Adapun peta yang dapat diklasifikasikan menurut macam persoalan (maksud
dan tujuan), antara lain meliputi: peta kadaster, peta geologi, peta tanah,
peta ekonomi, peta kependudukan, peta iklim, dan peta tata guna tanah (Prihandito 1989: 4). Di antara
macam-macam peta peta tersebut, yang sering digunakan dalam survei arkeologi
adalah peta topografi. Peta topografi adalah peta yang menampilkan, semua unsur
yang berada di atas permukaan bumi, baik unsur alam maupun buatan manusia,
sehingga disebut juga peta umum. Unsur alam antara lain meliputi: relief muka
bumi, unsur hidrografi (sungai, danau, bentuk garis pantai), tanaman, permukaan
es, salju, dan pasir (Prihandito 1989:
23; Hascaryo dan Sonjaya 2000: 10).
Adapun menurut klasifikasi berdasarkan
fungsi tersebut, terdapat tiga macam peta, yaitu:
Peta umum, yang antara lain memuat jalan,
bangunan, batas wilayah, garis pantai, dan elevasi. Peta umum skala besar
dikenal sebagai peta topografi, sedangkan yang berskala kecil berupa atlas;
Peta tematik, yang menunjukkan hubungan
ruang dalam bentuk atribut tunggal atau hubungan atribut; dan
Kart, yang didesain untuk keperluan
navigasi, nautical dan aeronautical (Prihandito
1989: 3-4).
Adapun
unsur buatan manusia di antaranya adalah: sarana perhubungan (jalan, rel kereta
api, jembatan, terowongan, kanal), konstruksi (gedung, bendungan, jalur pipa,
jaringan listrik), daerah khusus (daerah yang ditanami tumbuhan, taman, makam,
permukiman, lapangan olah raga), dan batas administratif (Prihandito 1989: 22; Hascaryo dan Sonjaya 2000: 10).
Tinggalan-tinggalan arkeologis atau bersejarah seperti bangunan megalitik,
candi, gereja, dan reruntuhan bangunan kuna, seringkali juga ditampilkan dalam
peta topografi. Selain menyajikan data keruangan, peta topografi juga memuat
data non-keruangan, antara lain grid, graticul (garis lintang dan bujur), arah
utara, skala, dan legenda (keterangan mengenai simbol-simbol yang digunakan
pada peta) (Prihandito 1989: 117-120;
Hascaryo dan Sonjaya 2000: 10).
. Pemanfaatan Peta
Peta
topografi dapat digunakan untuk berbagai macam tujuan, serta dapat digunakan
sebagai peta dasar (base map) dalam pembuatan peta tematik, seperti peta
arkeologi dan peta turis (Prihandito
1989: 17). Dalam survei arkeologi, peta topografi berguna untuk memperoleh
gambaran umum tentang wilayah yang diteliti. Dalam kondisi tertentu, misalnya medan survei
yang terlalu berat, peta yang sudah ada dapat dipakai untuk memplotkan temuan
arkeologis. Pemetaan tersebut, meskipun hanya bersifat sementara, sangat
efektif untuk menyimpan dan menyelamatkan data arkeologis (Hascaryo dan Sonjaya 2000: 1).
Data
dari peta topografi yang diambil untuk membuat peta arkeologi hanya satu atau
dua unsur saja, tergantung dari skala dan tujuan pembuatan peta arkeologi itu.
Data tersebut digunakan sebagai latar belakang penempatan dan orientasi secara
geografis. Selain peta topografi, yang dapat digunakan sebagai peta dasar
antara lain adalah foto udara, peta geologi, dan peta administratif (Hascaryo
dan Sonjaya 2000: 10). Besar skala peta dasar yang dibutuhkan untuk membuat
peta arkeologi tergantung pada luas wilayah yang akan dipetakan, yaitu:
Wilayah seluas provinsi memerlukan peta
dasar berskala 1:100.000 sampai dengan 1:250.000;
Wilayah seluas kabupaten memerlukan peta
dasar berskala 1:50.000 sampai dengan 1:100.000;
Wilayah setingkat kecamatan, desa, atau
situs memerlukan peta dasar berskala 1:10.000 sampai dengan 1:25.000 (Wasisto 1998, dikutip dalam Hascaryo dan
Sonjaya 2000: 10).
Perkembangan
ilmu geografis pertanahan, banyak aplikasi yang dapat ditangani
antara lain adalah bidang sumber daya alam untuk perencanaan tata guna tanah. Peta topografi
merupakan peta yang memuat informasi umum tentang keadaan permukaan tanah beserta
informasi ketinggiannya menggunakan garis kontur, yaitu garis pembatas bidang
yang merupakan tempat kedudukan titik-titik dengan ketinggian sama terhadap bidang referensi
(pedoman/acuan) tertentu.
Model tiga dimensi mempermudah pembacaan kontur
pada suatu tempat di atas permukaan bumi karena langsung terlihat ketinggian
tiap garis ketinggiannya, daripada membaca model dua dimensi. Untuk mencapai hal tersebut, data input yang berupa
peta topografi dianalisa dan diproses menjadi output model objek tiga dimensi.
Garis Kontur dan Permukaan Bumi |
Pada gambar di
atas terlihat gambar garis ketinggian
pada peta (bidang dua dimensi) dan di lapangan (ruang tiga dimensi). Garis ketinggian pada peta membentuk
garis yang berbelok-belok dan tertutup serta merupakan rangkaian dari titik-titik. Kegunaan dari garis ketinggian adalah untuk
mengetahui berapa tingginya
suatu tempat dari permukaan laut. Garis ketinggian mempunyai karakteristik
sebagai berikut:
a. Garis ketinggian yang lebih
rendah selalu mengelilingi garis ketinggian yang lebih tinggi.
b. Garis ketinggian tidak akan saling berpotongan dan
tidak akan bercabang.
c. Pada daerah yang landai garis
ketinggian akan berjauhan, sebaliknya pada daerah yang terjal akan saling
merapat. Untuk
kondisi daerah yang khusus (seperti tebing, kawah,
jurang), garis ketinggiannya digambarkan secara khusus pula.
d. Garis ketinggian yang menjorok keluar, merupakan
punggung bukit dan selalu
seperti bentuk huruf ‘U’.
e. Garis ketinggian yang menjorok ke
dalam, merupakan lembah dan selalu seperti bentuk huruf ‘V’.
f. Selisih tinggi antara dua garis
ketinggian yang berurutan (interval) adalah setengah dari bilangan ribuan
skala, (contoh: 1/2000 x 50.000 = 25 meter). Kecuali bila dinyatakan dengan
ketentuan lain.
g. Garis ketinggian pembantu, menyatakan ketinggian
antara dua garis ketinggian yang berurutan.
h. Warna garis-garis ketinggian pada peta digambarkan
dengan warna coklat.
Garis Kontur dan Sifatnya |
SISTEMATIKA DESAIN
Tahap ini menekankan pada pengumpulan kebutuhan pengguna pada sistem dengan
mendefinisikan konsep sistem beserta interface yang menghubungkan dengan
lingkungan sekitarnya. Hasil akhir dari tahap ini adalah spesifikasi sistem.
Kebutuhan dari
pemodelan tiga dimensi adalah input yang dibutuhkan pada sistem ini
yaitu peta. Gambar 3 menggambarkan rancangan sistem secara detail sehingga
dapat ditentukan domain-domain data, fungsi, proses, atau prosedur yang
diperlukan beserta kinerjanya, dan interface-nya. Hasil akhirnya adalah spesifikasi kebutuhan
perangkat lunak.
Data input dari rancangan sistem
utama adalah:
a. Gambar Peta, yaitu peta itu sendiri dalam bentuk softcopy
, yaitu suatu peta yang
di-scan dengan resolusi 360 dpi.
b. Judul Peta, yaitu identitas
daerah yang tergambar
pada peta, umumnya dituliskan nama daerah atau identitas yang paling menonjol. Judul peta dicantumkan pada bagian pojok
kanan atas peta.
c. Nomor
Peta, yaitu nomor registrasi peta. dicantumkan di sisi kanan atas.
d. Skala Peta, yaitu perbandingan
jarak di dunia nyata dengan yang ada pada
peta. Skala
peta dicantumkan pada bagian pojok kanan atas peta.
e. Tahun Peta, yaitu tahun dari
pembuatan peta tersebut. Tahun peta
dicantumkan pada bagian
pojok kanan atas peta. f. Deklinasi Peta, yaitu besarnya
sudu penyimpangan
antara utara grid (peta) dengan utara sebenarnya. Deklinasi peta dicantumkan pada gambar di pojok
kiri bawah peta.
g. Deklinasi Magnetik, yaitu
besarnya sudut penyimpangan antara utara peta (grid)
dengan utara magnetis. Deklinasi magnetis dicantumkan pada gambar dipojok kiri
bawah peta. h. Variasi Magnetis, yaitu besarnya
variasi magnetis tiap tahunnya
pada peta ini. Variasi magnetis dicantumkan pada gambar di pojok kiri bawah
peta.
i. Batasan Peta, yaitu batasan ini merupakan daerah dalam
gambar (peta) yang dimodelkan ke
dalam bentuk tiga dimensi, daerah batasan ini berbentuk kotak. Variabel batasan ini terdiri atas batas
kiri, batas atas, batas kanan, batas
bawah,
j. geografi, yaitu merupakan informasi koordinat geografi pada
batas kiri dan informasi koordinat geografi pada batas atas.
k. Kontur Peta, yaitu atribut yang dibutuhkan mencakup
koordinat X, Y, Z dari kontur. Kontur ini berbentuk poligon (face) yang terdiri dari
kumpulan titik (vertex) yang memiliki koordinat X dan Y.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar